Assalam Muallaikum.Wr.Wb

Google
WWW putri-cempaka.blogspot.com

KUKU-GIGI-HATI PEREMPUAN

Cinta laki-laki seumpama gunung. Ia besar tapi konstan
dan, sayangnya, rentan. Sewaktu-waktu ia bisa saja meletus
memuntahkan lahar, menghanguskan apa saja yang ditemuinya.
Cinta perempuan seumpama kuku. Ia hanya seujung jari, tapi
tumbuh perlahan-lahan, diam-diam dan terus menerus
bertambah. Jika dipotong, ia tumbuh dan tumbuh lagi
Perumpamaan di atas terilhami melalui sebuah dialog dalam
adegan film Bulan Tertusuk Ilalang karya Garin Nugroho.
Betapa menakjubkan. Dan kalimat itu mengingatkan saya pada
kenangan tentang sahabat saya dan mamanya ketika masa-masa
SMP-SMU dulu.
Kala itu, nyaris setiap hari saya main ke rumahnya yang
jauh di selatan kota. Saya tahu dia anak orang kaya.
Papanya, pimpinan sebuah instansi pemerintah terkemuka di
kota saya, dan mamanya adalah ibu rumah tangga biasa. Saya
tak heran mendapati barang-barang bagus dan bermerk di
rumahnya yang masih dalam tahap renovasi. Sofa yang empuk,
televisi yang besar. Saya hanya bisa berdecak kagum
sekaligus iri.
Tapi, lama-lama saya menyadari bahwa isi rumah itu makin
kosong dari hari ke hari. Perabotan yang satu per satu
lenyap dan televisi yang "mengkerut" dari 29 inchi ke 14
inchi. Perubahan paling mencolok adalah wajah mama sahabat
saya. Suatu saat ketika ia berbicara, tak sengaja saya
dapati bahwa mama sahabat saya itu kini ompong! Kira-kira
2-3 gigi depannya hilang entah kemana.
Saya tak berani, lebih tepatnya tak tega, untuk bertanya.
Saya juga tak mau tergesa-gesa mengambil kesimpulan
sendiri. Yang jelas, sebuah suara, jauh di lubuk hati saya
bergema: "Sesuatu yang buruk telah terjadi di rumah itu!"
Benarlah, tanpa diminta akhirnya sahabat saya datang
berkunjung ke rumah. Setengah berbisik, manahan tangis, ia
bercerita bahwa papanya selingkuh dengan perempuan lain
dan karenanya, nyaris tak pernah pulang ke rumah. Dan ini
bukan main-main, perempuan itu hamil dan menuntut
pertanggung jawaban papanya.
Dengan emosi ia bercerita bahwa papanya mengajaknya ke
rumah perempuan itu dan meminta sahabat saya untuk
memanggilnya dengan sebutan "Mama". Sebuah permintaan
menyakitkan yang langsung ditolak mentah-mentah oleh
sahabat saya. "Mamaku cuma satu!" tangkisnya tegar saat
itu. Dan misteri tentang gigi mamanya yang tiba-tiba
ompong, barang-barang mewah dan perabot yang satu per satu
menghilang dari rumahnya pun terkuak sudah. Semuanya
adalah akibat ulah papanya jua.
Dan setengah frustasi ia mengadu pada saya bahwa ia harus
menanggung semua beban berat itu sendirian karena kakak
satu-satunya yang kuliah di luar kota tak peduli dan tak
mau memikirkan masalah itu. Mamanya pun "yang lemah
lembut" tak bisa berbuat banyak dengan kelakuan suaminya.
Ia cuma bisa pasrah, gigi yang ompong itu buktinya. Dan
saya? Hanya doa dan motivasi yang bisa saya berikan agar
sahabat saya itu tabah dan tak putus berdoa.
Toh sekarang, setelah lama peristiwa itu berlalu, doa
sahabat saya pun dijawab oleh Tuhan. Ketika itu menjelang
kelulusan SMU, ia bercerita pada saya bahwa papanya sudah
"sembuh", bertobat, dan kembali ke pangkuan istri dan
anak-anaknya. Nasib the other women itu entah bagaimana.
Sampai di sini persoalan beres. Dan saya takjub
mendengarnya, senang sekaligus heran.
Bagaimana mungkin masalah pelik ini bisa selesai semudah
itu? Nurani keadilan saya berontak. Saya tak habis pikir,
betapa mudahnya mama sahabat saya itu memaafkan dan
menerima kembali suaminya setelah semua yang dia lakukan.
Lelaki itu tak cuma berkhianat, tapi juga menyakiti
fisiknya, merontokkan gigi-gigi depannya, tak menafkahi
anak-anaknya dan nyaris mengosongkan isi rumahnya. Dan ia
memaafkannya begitu saja?! Sebuah kenyataan yang ternyata
banyak juga saya temui di masyarakat kita. Perselingkuhan
dan kekerasan dalam rumah tangga yang bisa diselesaikan
dengan mudah, hanya dengan kata maaf. Mungkin inilah yang
disebut orang sebagai "CINTA"
Papa sahabat saya adalah laki-laki dengan cinta sebesar
gunung, dan ketika ia meletus, laharnya meluap ke
mana-mana, menghanguskan apa saja, melukai fisik dan
terutama hati dan jiwa istri dan anak-anaknya.
Mama sahabat saya adalah perempuan dengan cinta sebesar
kuku. Memang cuma seujung jari, tapi cinta itu terus
tumbuh, tak peduli jika kuku itu dipotong, bahkan jika
jari itu cantengan dan sang kuku terpaksa harus dicabut,
meski sakitnya tak terkira, kuku itu akan tetap tumbuh dan
tumbuh lagi.
Sebuah cinta yang mengagumkan dari seorang perempuan yang
saya yakin tak cuma dimiliki oleh mama sahabat saya itu.
Cinta yang terwujud dalam sebuah tindakan agung:
"Memaafkan". Sebuah tindakan yang butuh kekuatan besar,
butuh energi banyak, yang anehnya banyak dimiliki oleh
makhluk (yang katanya) lemah, bernama perempuan.

Sumber : SM-CN

Related Posts by Categories



1 komentar:

Anonim mengatakan...

thanks buat yg udah memuat pribahasa ginta ini. sungguh indah dan saya juga merasakannya.
(Lulu').

 

ShoutMix chat widget
>